KETIKA BAYI MEMILIKI OTAK YANG LEBIH KECIL

Atrofi otak merupakan perkembangan otak yang terganggu dengan gejala volume otak yang lebih kecil dari ukuran normal. Kondisi ini tidak berbahaya tetapi bisa mempengaruhi perkembangan bayi baik dari segi perkembangan motorik kasar maupun halus, bicara, kecerdasan dan interaksi social.

Jenis gangguan perkembangan tergantung dari lokasi otak yang mengalami atrofi serta tingkat keparahan atrofi. Selain itu atrofi dapat menyebabkan bayi mengalami kejang – kejang.

Atrofi otak pada bayi dapat terjadi karena tiga hal :

1) Selama masa kehamilan yang meliputi infeksi virus ( seperti sitomegalovirus atau CMV ), penyakit – penyakit pada ibu yang menggangu peredaran darah ke janin, kebiasaan minum alcohol dan kelainan pada genetic atau kromosom.

2) Factor ketika persalinan. Misalnya pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen ( asfiksia ) skala berat, yang ditandai dengan lahir tanpa menangis, otak yang tadinya normal menjadi kekurangan oksigen sehingga sel – sel otak rusak.

3) Faktor yang terjadi setelah lahir. Misalnya bayi yang mengalami radang otak, radang selaput otak dan juga trauma kepala yang menyebabkan pendarahan dalam kepala sehingga jaringan otak rusak dan volume otak menjadi berkurang.

Selain itu atrofi juga dapat terjadi karena kurangnya asupan nutrisi pada bayi serta adanya kelainan unsure hormone. Tandanya antara lain lingkar kepala bayi yang lebih kecil dari biasa serta tulang ubun – ubun menutup lebih cepat ( sebelum usia 9 bulan ).

Bayi yang mengalami atrofi otak memerlukan terapi khusus untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Terapi itu bisa fisioterapi untuk mengatasi gangguan motorik kasar, terapi okupasi untuk problem motorik halus, terapi bicara untuk masalah perkembangan bicara, serta sensori integrasi dan perencanaan gerak.

Terapi tersebut berperan untuk mengoptimalkan plastisitas otak agar potensi kehilangan otak yang mengalami atrofi dapat diminimalisasi. ( Sumber : Media Indonesia ).